Minggu, 29 April 2012

"KISAH POHON APEL"

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak
lelaki
yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap
hari.

Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan
buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.
Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu.
Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh
besar dan
tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap
harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak
sedih.
"Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel
itu.
"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon
lagi." jawab anak lelaki itu.

"Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang
untuk membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya
uang...
tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan
menjualnya.
Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan
kegemaranmu."

  Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua
buah apel
yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi.
Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat
senang
melihatnya datang.

"Ayo bermain-main denganku lagi." kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu.
"Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan
rumah
untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku..?"

"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh
menebang
semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu." kata pohon
apel.

Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting
pohon apel itu
dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa
bahagia
melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak
pernah kembali lagi.
Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi.
Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

"Ayo bermain-main lagi denganku." kata pohon apel.
"Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan
ingin hidup tenang.
Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi
aku sebuah kapal untuk pesiar?"

"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong
batang
tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau
mau.

Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah. Kemudian, anak
lelaki itu
memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang
diidamkannya.
Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui
pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah
bertahun-tahun kemudian.
"Maaf anakku," kata pohon apel itu.
"Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu."
"Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit
buah apelmu."
Jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan
dahan yang
bisa kau panjat." Kata pohon apel.
"Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu." Jawab anak
lelaki itu.
"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku
berikan padamu.
Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan
sekarat ini."
Kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang." Kata anak
lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku
sangat lelah
setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua
adalah tempat
terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah
berbaring
di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.
Pohon apel itu
sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air
matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu
adalah orang tua kita.
Ketika kita masih kecil, kita senang bermain-main dengan
ayah dan ibu kita.

Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan
hanya datang
ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.
Tak peduli apapun, orang tua kita akan selalu ada di sana
untuk memberikan
apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
 
Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada
pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang
tua kita, tanpa kita sadari.

Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan.
Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita
mencintainya;
dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan
diberikannya pada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar